Berkolaborasi Hadapi Pandemi, Berkarya Sesama Anak Bangsa

Pandemi akibat Covid-19 berdampak di berbagai bidang. Banyak sektor kehidupan terpuruk. Banyak kehidupan orang yang ambruk. Namun, kalau bisa melewatinya, kita menjadi sosok yang lebih kuat. Seperti ungkapan, “Sesuatu yang tidak bisa membunuhmu, akan membuatmu semakin kuat.”

Pandemi akibat covid-19 memberikan dampak di berbagai bidang. Ekonomi lesu ditandai banyak usaha yang turun pendapatannya bahkan ada yang gulung tikar. Di bidang pariwisata juga demikian. Tempat-tempat wisata sepi. Masyarakat yang biasa menggantungkan penghasilan dari sana mendapat ujian berkurang bahkan hilangnya pendapatan.

Sebagai seorang guru saya juga merasakan dampak pandemi covid-19. Ketika di daerah lain sudah diberlakukan belajar dari rumah (BDR), di sekolah saya belum. Karena masih jauh dari zona merah atau kuning. Ya sekolah saya berada di daerah zona hijau.

Sekolah kami masih masuk di hari Senin. Lalu ada arahan dari kepala daerah untuk pemberlakuan BDR. Maka secara mendadak kegiatan belajar mengajar (KBM) dihentikan. Siswa dipulangkan. Besoknya guru harus mengajar daring. Karena mendadak guru pun gagap.

Masih harus belajar penggunaan aplikasi yang mendukung belajar dari rumah seperti zoom meeting, Google meet, dan lainnya. Jujur saja masih awam karena selama ini tidak menggunakannya. Tapi apakah guru menyerah begitu saja? Tentu tidak.

Awalnya menggunakan aplikasi sederhana dan mudah digunakan. Yang penting KBM tetap berjalan walaupun dari rumah. Lalu Guru belajar menggunakan aplikasi dan teknologi untuk mendukung BDR.

Baik belajar sendiri atau otodidak maupun ada pelatihan-pelatihan yang memang banyak digelar selama pandemi.

Kegiatan seminar daring yang diadakan untuk guru (sumber foto: dokumentasi pribadi)

 

 

Hampir setiap hari guru mengikuti pelatihan ataupun mengikuti sosialisasi kebijakan dari pemerintah. Dalam sehari bisa 5 hingga 10 jam berada di depan laptop. Apakah capek? Ya tentu saja capek. Namun itu dilakoni demi keberlangsungan pendidikan selama pandemi.

Salah satu strategi yang saya lakukan saat BDR adalah membuat video pembelajaran. Dibanding memberikan video pembelajaran yang sudah jadi di akun YouTube orang, saya sering membuat video pembelajaran sendiri. Karena kita bisa memilih materi tertentu sesuai yang kita ajarkan kepada siswa. Kalau kalau video pembelajaran yang sudah jadi biasanya materinya terlewat. Selain itu, kalau materi pembelajaran terlalu panjang, tidak efektif untuk siswa. Pembelajaran itu nggak usah panjang-panjang. Kalau sudah lewat 10 menit siswa itu sudah tidak konsentrasi.

Karena membuat hal yang baru, saya bersemangat mengerjakannya. Sayangnya, semangat saya diuji. Tidak mudah membuat video pembelajaran. Untuk videopembelajaran yang hanya 15 menit saya memerlukan waktu 1 sampai 2 hari. Namun saya tidak putus asa. Harus terus semangat dan berjuang demi anak didik. Seperti pepatah “Bisa karena biasa” karena sering berlatih saya jadi mahir. Sekarang, untuk membuat satu video pembelajaran cukup satu hingga dua jam saja. Bahkan 15 menit pun jadi. Ada video pembelajaran yang memakai efek dan green screen seperti punya lembaga bimbel atau belajar online. Kalau seperti ini biasanya memang satu hingga dua hari. Ada juga dengan cara merekam presentasi di PowerPoint. Siapkan materi di powerpont, rekam lewat powerpoint atau aplikasi Bandy Cam, atau CTRL+G untuk merekam langsung lewat laptop. Lalu kirimkan rekamannya ke siswa. Bahkan guru bisa membuat video pembelajaran yang sederhana. Guru menuliskan materi di kertas atau whiteboard. Rekam dengan Smartphone. Unggah ke Youtube. Linknya diberikan ke siswa.

Proses membuat video pembelajaran (sumber foto: dokumentasi pribadi)

Pengalaman Bangkit Dari Isoman

Saya dan keluarga juga merasakan Covid-19. Kejadiannya saya cukup unik. Sejak 2020 lalu saya sering bolak-balik ke Jakarta, sering naik kereta api, dan sering bepergian. Namun, saya tidak terkena Covid-19. Saya kena Covid-19 di Juni 2021 saat kasus Covid-19 di daerah saya menurun. Bahkan, saya sudah melakukan vaksinasi sebanyak 2 kali. Eh, malah kena Covid-19. Berawal dari demam selama tiga hari yang tidak enak makan. Selama demam itu saya sering mencium bau parfum. Jaga-jaga kalau ternyata penciuman saya hilang sebagai pertanda gejala Covid-19. Untungnya penciuman saya masih ada. Di hari keempat saya sudah tidak demam lagi. Tapi justru istri saya yang demam. Malahan dia sampai menangis segala. Wah, hanya sakit demam kok sampai menangis?

“Kenapa nangis, Dek?”

Dia tidak menjawab, tapi kelihatan tidak enak badan. Saya ganti pertanyaan,

“Penciumannya hilang?”

Dia mengangguk. Saya malah tersenyum. Berusaha menguatkannya. Pikir saya amat wajar kalau kena Covid. Lha sekeliling kita sudah banyak yang kena Covid. Hampir di semua daerah juga sedang naik-naiknya kasus Covid.

Sebentar kemudian, saya langsung paham.

“Mikirin anak-anak, Dek?”

“Iya, Mas. Anak-anak gimana..”

Kami di sini merantau. Tidak ada orangtua atau saudara dekat. Anak-anak tidak ada yang menjaga kalau kami harus dirawat di rumah sakit.

Kalau isoman pasti rawan karena anak-anak tidak bisa dipisahkan dari rumah sehingga khawatir anak-anak terkena juga. Kalau isoman tidak bisa benar-benar menjaga jarak dengan anak-anak. Anak sulung kami berusia 5 tahun. Sedangkan yang bungsu 3 tahun. Mandi atau makan kadang masih dilayani.

 

Lalu saya menenangkan istri.

“Ya sudah, Dek. Kalau memang takdir dari Allah kita kena Covid ya terima saja. Kita langsung isoman saja. Nggak usah ke rumah sakit. Yang penting jaga jarak dari oranglain. Kalau anak-anak ya kita berdoa dan usaha mudah-mudahan mereka nggak tertular.”

“Iya, Mas,” jawabnya.

Karena istri hilang penciuman, saya juga penasaran mengeceknya. Eh ternyata penciuman saya hilang juga. Setelah pakai masker, saya dekati anak-anak untuk memberikan pemahaman.

“Mas Jundi dan Adek jangan dekat banget sama Ayah dan Bunda ya. Ayah dan Bunda sedang sakit. Doakan segera sembuh ya. Mas dan Adek juga harus pakai masker ya kalau di rumah.”

Mereka bilang iya saja. Tapi entah paham atau tidak. Untungnya demam saya sudah berangsur pergi. Badan pun tidak terlalu lemas. Jadi saya yang lebih banyak mengambil peran mengurus rumah dan anak-anak. Mulai dari meminta salat, mandi, makan, atau main. Sementara itu, kondisi istri saya lumayan mencemaskan. Dia lemas, batuk, dan demam. Lebih parah dari saya. Hampir tidak ada tenaga. Banyak hal saya yang mengerjakannya. Mulai dari masak, mencuci piring, mencuci pakaian, dan bersih-bersih rumah.

Berjemur sebagai kegiatan rutin saat isoman (sumber foto: dokumentasi pribadi)

Untungnya saat itu libur sekolah selama 2 pekan. Jadi pikiran saya tidak terlalu terbagi dengan urusan sekolah. Saya pun bisa lebih fokus dan maksimal menjalani isoman.

Sebetulnya kami tidak mau ngabari ke tetangga kalau kena Covid-19. Khawatir merepotkan tetangga saja. Kami juga tidak keluar rumah. Kalau mau belanja kami pakai jasa ojek online.

Kami diam-diam saja atau tidak ngabari karena takut merepotkan orang. Khawatir ngasih kabar negatif ke orang-orang. Supaya tidak semakin banyak kabar sedih yang dibaca atau diterima.

“Tapi memang bagusnya kita ngabari kalau sedang isoman juga lho Mas. Kasih tahu Pak RT juga. Ya misalnya biar mereka juga jaga-jaga dari kita. Atau bisa diadakan tracking,” usul istri saya.

“Betul juga. Biar mereka tahu juga kalau kita nggak keluar rumah karena sedang isoman. Biar nggak heran kok nggak nongol-nongol.”

Saya juga mengabari grup sekolah. Banyak yang menyemangati agar dan mendoakan.

 “Anggap aja ngasih istirahat buat badan. Mudah-mudahan lekas sembuh. Jaga pikiran agar tetap seneng ya.”

“Usahakan tetap makan. Walaupun sedikit tapi rutin.”

Setelah banyak yang tahu kalau kami sedang isoman, banyak yang ngasih bantuan. Ada yang berkirim bakso, martabak, telur, sop, dan nasi berikut lauk pauknya.

Ada juga yang berkirim buah apel, pisang, dan jeruk. Ada juga yang mengirimkan minuman herbal, madu, dan obat-obatan. Ada dokter yang mengirimkan resep obat. Tetangga ada yang mengirimkan bahan makanan mentah.

Saya kena Covid-19 bukan karena belum vaksin. Saya  sudah vaksin lengkap 2 kali vaksin. Sudah dapat sertifikatnya pula. Tapi masih kena juga. Bisa saja setelah vaksin tetap terkena Covid-19. Namun, dampaknya lebih ringan. Istri saya belum vaksin. Beliau dosen. Belum ada jatah vaksin saat itu. Nah, itu mungkin yang membuatnya lebih parah dari saya.

Saya katakan kepada istri bahwa pasti bisa melewati pandemi. “Bayangkan kita pernah mengalami situasi lebih buruk dari ini. Tapi nyatanya kita bisa melewatinya. Jadi kita pun bisa melewati Covid-19 ini, Dek.”

Satu minggu kesehatan kami turun naik. Minggu berikutnya semakin membaik. Sekitar 14 hari setelah isoman kami merasa sudah sehat dan terbebas dari Covid-19.

Menggunakan oximeter untuk cek kadar oksigen saat isoman (sumber foto: dokumentasi pribadi)

Mengikuti kegiatan vaksinasi untuk guru (sumber foto: dokumentasi pribadi)

Belajar Dari Pengalaman Terburuk, Kita Bisa Melewatinya…

Saat terkena covid-19 kita memang terasa lemas dan lemah. Berbeda sekali dengan demam atau sakit kepala sebelum-sebelumnya. Bahkan istri saya bilang kalau sakit lainnya ada harapan sembuh tapi covid-19 ini sempat berpikir tidak sembuh. Memang perlu strategi dalam sembuh dari covid-19.

Selain usaha medis juga ada psikologis. Salah satunya dengan menumbuhkan optimisme bisa melewati pandemi covid-19 ini. “Dek kita pernah mengalami situasi yang mungkin lebih buruk dari ini kalau dulu kita bisa melewatinya maka kita pun bisa melewati pandemi sembuh dari covid-19 ini.” Begitu kata saya menguatkan istri. Memang, saya dan istri punya satu pengalaman bangkit dari keterpurukan.

Kalau istri saya pernah mengalami gempa Jogja tahun 2006 Saya pernah merasakan gempa Sumatera Barat 2009. Gempa Jogja terjadi di pagi hari. Tidak lama setelah shalat Subuh. Karena mendadak, warga tidak siap menghadapinya. Istri saya saat itu berada di dusun Gulon, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul.

Kerusakannya luar biasa. Rumah-rumah tidak ada yang utuh. Banyak yang runtuh. Saat malam tiba warga tidak ada yang berani tinggal di dalam rumah. Mereka mendirikan tenda-tenda di jalan-jalan. Kondisi semakin memprihatinkan ketika hujan tiba di saat malam hari. Suasana pun semakin mencekam. Rumah-rumah atau bangunan yang masih berdiri satu persatu roboh karena hujan. Jadi warga yang tinggal di tenda darurat bisa melihat robohnya bangunan-bangunan itu. Suara ambruknya pun terdengar jelas.

 

Saya mengalami gempa Padang 2009. Kejadiannya sore hari. Saya berada di dalam kos langsung berhamburan keluar. Rumah retak-retak. Di tempat saya memang tidak banyak rumah yang roboh. Namun, ternyata semakin ke kota banyak bangunan yang roboh. Masjid, sekolah, rumah sakit, tempat penginapan, dan lainnya rusak berat. Bahkan ada guru dan siswa yang meninggal di tempat bimbingan belajar. Di hari itu juga listrik padam dan air PDAM tidak mengalir. Kota Padang menjelma kota mati. Akses masuk keluar daerah juga sulit. Transportasi lumpuh.

Namun, perlahan warga bangkit. Ada bantuan dari pemerintah dan daerah lain yang membuat kota Padang kembali menata diri dan bangkit.

Nah, mengingat bangkitnya kita dari terburuk bisa memunculkan semangat bahwa kita juga bisa melewati kondisi buruk saat ini.

Hadapi Pandemi dengan Saling Berbagi

Untuk Bangkit Bersama

Saat pandemi banyak sekali yang menunjukkan kepeduliannya saling berbagi. Di sekolah kami membuka gerai pangan. Guru dipersilakan meletakkan bahan makanan yang sesuai kemampuannya. Pada umumnya sembako. Lalu guru yang membutuhkan bisa mengambil secukupnya. 

Tidak jarang ada masyarakat yang juga ikut. Memanfaatkan media sosial kami menawarkan kegiatan ini. Responnya bagus.

Saat ini kita memang tengah dihadapkan pada pandemi yang memberikan dampak yang luar biasa. Sekolah harus daring, tempat wisata sepi, usaha/perekonomian lesu, kesehatan terganggu, dan lainnya.

 

Namun kita yakin bahwa dengan bergotong royong dampak-dampak itu bisa dikurangi atau diatasi. Semua kita harus terlibat untuk bangkit dari pandemi. Pemerintah maupun swasta harus peduli.

Ada yang menggelar vaksinasi bersama, berbagi makanan, layanan kesehatan gratis, dan sebagainya.

Setiap individu pun saling bantu. Jangan ada yang tidak peduli dengan pandemi. Mudah-mudahan dengan kepedulian bersama, pandemi segera sirna.  

Polres kabupaten Lebak Provinsi Banten mengadakan vaksinasi massal (sumber foto: dokumentasi pribadi)

Kita Pun Mulai Bangkit,

Bersama Menjadi Lebih Kuat

 

Selama 2 tahun itu hampir tidak ada kegiatan yang dilakukan. Pada peringatan HUT RI di tahun 2020, mungkin banyak diantara kita yang tidak bisa melaksanakan upacara bendera dan mengisinya dengan kegiatan atau lomba-lomba yang identik dengan peringatan itu. Begitu pula di tahun 2021. Sehingga perayaan dirgahayu Republik Indonesia terasa sepi tidak ada denyut nadi.  Syukurlah di tahun 2022 kita bisa mengadakan upacara peringatan HUT RI. Dan juga mengadakan kegiatan atau lomba-lomba seperti yang diadakan pada tahun-tahun sebelum pandemi.

Di setiap provinsi mengadakan  upacara bendera. Di istana pun khidmat dengan pengibaran bendera merah puti. Juga meriah dengan tampilan Farel Prayoga yang mentas di hadapan Presiden Joko Widodo. Di daerah pun mengadakan upacara bendera. Lalu Ada lomba-lomba yang berlangsung dengan meriah. Ada karnaval atau gerak jalan kreatif kreatif yang bahkan mungkin belum ada ketika sebelum pandemi. Selama pandemi ini kita menyimpan ide dan energi. Maka saat pandemi berangsur pergi, kita mengeksekusinya dengan kreativitas.

Bangkit Dari Lokal, Kuat Hingga Nasional

Di sekolah kami juga diadakan upacara bendera pesertanya siswa dan guru. Setelah itu diadakan lomba-lomba 17-an seperti parade Nusantara, balap karung, tarik tambang, lomba cerdas cermat, lomba futsal voli, dan lainnya. Benar-benar meriah pelaksanaannya. Sementara itu di daerah juga diadakan kegiatannya tidak kalah serunya. Ada lomba masak yang diikuti oleh Bupati. Hebatnya Bupati ikut demo masak ini. Kerennya adalah menggunakan bahan baku produk lokal. Sehingga memunculkan kebanggaan terhadap produk lokal. Hidangannya pun makanan-makanan tradisional yang justru membangkitkan kenangan dan kebanggaan akan produk lokal.

Juga ada lomba fashion week yang diikuti putra-putri terbaik daerah. Orang nomor satu di Kabupaten juga ikut memeriahkan fashion Week. Saat itu pejabat dan rakyat menyatu. Semuanya itu dilakukan agar daerah semakin maju. Sejenak kita bisa terlupakan bahwa kita pernah mengalami pandemi. Karena kegiatannya benar-benar meriah dan kita semuanya berbahagia serta bergembira.

Pemulihan ini tentu tidak lepas dari kerja bersama. Ketika setiap orang berusaha menerapkan protokol kesehatan Untuk menghindarkan dari covid-19 maka dengan sendirinya bangsa kita secara bersama-sama menjaga dari covid-19. Kerja sama ini misalnya terlihat dari kesadaran tentang peningkatan vaksinasi. Presiden Joko Widodo di tahun 2021 mengatakan percepatan vaksinasi Covid-19 di Indonesia saat berada di peringkat ke-11 dari 215 negara yang terdampak pandemi di dunia. Di tahun 2022 ini, Indonesia sudah masuk lima besar negara dengan vaksinasi terbanyak di dunia yakni dengan 432 juta dosis vaksin telah disuntikkan.

di tengah tantangan krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19, Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalikan pandemi. Optimisme kepala negara juga menyemangati kita. Jokowi juga menegaskan Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global. Sementara, negara-negara di dunia tengah terancam krisis global, bahkan terancam kebangkrutan. Pemimpin sudah optimis. Rakyat juga harus optimis.

Sumber foto: www.liputan6.com

Slogan ke-77 HUT RI pada tanggal 17 Agustus 2022 adalah Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat’. Kalimat ini mengandung makna yang mendalam. Ada optimisme yang dimaknai dan ditularkan.Pulih lebih cepat merupakan optimisme bangsa ini keluar dari pandemi Covid-19 lebih cepat.

Bisa jadi negara lain masih berkutat dengan masalah pandemi Covid-19 ini. Namun, bangsa Indonesia melesat cepat keluar dari masalah ini. Tidak hanya dalam bidang kesehatan saja tetapi juga di bidang pendidikan, ekonomi, pariwisata, budaya, dan lainnya. Sekarang inilah saatnya kita untuk berkarya. Berkarya dalam bidang apa saja.

Kita telah membuktikannya. Perayaan 17 Agustus 2022 berlangsung meriah. Masyarakat sudah memasang dekorasi, umbul-umbul, poster, spanduk, baliho atau hiasan lainnya di lingkungan sekitar secara serentak pada tanggal 1 sampai 31 Agustus 2022. Berbagai media komunikasi mencantumkan logo dan desain turunan HUT ke-77 RI. Berbagai kegiatan digelar baik secara daring maupun luring.

Keberhasilan ini juga dari bentuk sinergi pemerintah serta masyarakat dalam bergotong royong dan bergerak bersama serta berdampingan secara fleksibel dan dinamis menuju satu arah, yaitu menuju Indonesia Maju.

Beberapa karya video pembelajaran saat pandemi (atas) dan sesudah pandemi (bawah)

Karnaval 17-an

Ke tempat wisata

Pameran Buku

Seni musik

Lomba mewarnai

Akhir Tulisan

Mari kita bersemangat untuk memulihkan bangsa ini. Kita terus perbaiki dan jaga lingkungan kita supaya semakin baik. Kita rapatkan barisan untuk bangkit menjadi bangsa yang lebih kuat lagi. Pandemi memang sudah berangsur hilang atau mungkin sudah hilang. Namun, kita juga harus waspada kalau ternyata masih ada. Bahkan kita juga harus waspada terhadap masalah yang bisa datang sewaktu-waktu.

Kuncinya adalah berkolaborasi. Ya, kolaborasi antar anak bangsa sangat yakin bisa menghadapi masalah bangsa. Tidak hanya masalah pandemi tetapi juga masalah lainnya.Tidak peduli masalah apa yang akan datang kepada kita, yang terpenting adalah kita bersama-sama dalam menghadapinya. Seperti sebuah ungkapan, “Tidak peduli berapa kali engkau jatuh, yang terpenting adalah engkau selalu bangkit lagi. Ayo Pulih, Bangkit dan Maju Melawan Pandemi.(***)

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Pembuatan Konten Media Sosial dalam rangka Memperingati HUT RI ke-77 dengan tema Kembali Berkarya : Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY.